Hari penentuan lulus atau tidaknya
telah tiba, kami semua berbondong-bondong memasuki pagar setinggi 2 meter
terbuat dari besi. Menanti surat kecil dari masing-masing wali kelas kami.
Akhirnya kami menerima sepucuk surat, tipis, namun tersirat makna yang dalam.
"Gimana Ris, lo lulus gak?
Alhamdulillah gua lulus nih." Tanya seorang teman saya Roni, sambil
menunjukkan secarik surat miliknya.
"Gua sih pedenya lulus bro.
Bentar gua buka."
Yap, LULUS. Bagaimana hati tak
berbunga kawan, berbunga melebihi saat bertemu dengan seorang yang dicinta,
lebih, lebih dari itu. Kamu tahu kawan, masa depan saya juga ditentukan mulai
hari ini. Namun yang dibenakku kali ini sungguh drastis jatuh. Impian saya
menjadi seorang guru matematika (walaupun saya tidak begitu pintar dalam bidang
ini) harus dipending dulu. Berubah haluan, ya berubah haluan. Karena Aku
dilahirkan ditengah keluarga sederhana yang baru bisa menyekolahkan Aku sampai
tingkat SMA saja sehingga harapan agak kandas. Tapi biarlah, tak mengapa aku
harus memendam keinginan dan cita-cita itu untuk saat ini.
“Kalau gak bisa bayar kuliah kenapa
gak nyari kuliah yang gratis aja?” pikirku memotivasi hati yang hampir runtuh.
Aku gak begitu ngerti Universitas
apa saja yang menerima Mahasiswa secara gratis. Yang ku tahu hanya STAN kawan.
Ya sudah, Aku ikut saja tesnya. Sebelum ikut tes, seperti khalayak ramai
apabila ingin ikut tes pasti ikut bimbel atau membeli contoh-contoh yang biasa
keluar dalam soal-soal tes ujian masuk STAN. Selain itu ada seorang guru
komputerku yang menyarankan untuk mengikuti sebuah Perusahaan yang bergerak di
pembuatan generator di Cilegon yang sedang membuka pendaftaran mahasiswa baru
yang akan dididik menjadi seorang mekanik listrik selama dua tahun gratis.
Karena yang baru buka pendaftaran
adalah perusahaan tersebut sebelum STAN membuka pendaftaran, maka Aku coba
mendaftar kepada perusahaan tersebut lebih dahulu. Lalu ku coba layangkan
lamaran ke perusahaan tersebut. Alhamdulillah, tiga hari berikutnya aku mencari
di Internet (karena waktu itu pihak perusahaan memberitahukan pengumuman
diterima tau tidaknya lamaran melalui internet) informasi tentang penerimaan
mahasiswa di website perusahaan tersebut dan aku masuk diantara 200 orang yang
diterima untuk mengikuti tes.
Hari Minggu siang, kira-kira waktu
itu bulan Agustus 2007, saya berangkat menuju ke Cilegon untuk mengikuti tes
tertulis disana. Tapi kawan, bukan hari Minggu ini tesnya, tapi keesokkan
harinya. Sesampainya di Cilegon, Aku diturunkan di pertigaan jalan karena
memang bis yang ku gunakan akan langsung menuju ke merak. Banyak para tukang
ojek yang menawarkan jasanya dan memang sudah naluri semua tukang ojek seperti
itu, mendekati penumpang yang baru turun dari sebuah bis dan menawarkan jasa
antar kemana pun yang diinginkan para calon penumpang ojek.
“Mau kemana mas?” tanya seorang
tukang ojek penuh harap dengan motornya yang sudah menyala semenjak Aku turun.
“Ke Perusahaan KOTAMA (Maaf Aku
lupa nama Perusahaannya) Pak, berapa?”
“25 ribu aja mas.”
“Mahal banget bang, 10 ribu aja.”
“Wah gak bisa segitu mas, 20 deh.”
Akhirnya Aku dapat menaiki ojek tersebut
dengan harga 15 ribu, walaupun agak bohong dikit kalo Aku bilang kepada Pak
Ojek itu Aku Cuma punya 15 ribu doank. Hehe. Maklum biar irit.
Sampai di PT. KOTAMA, Aku langsung
menuju ke sebuah pos Satpam yang letaknya wajar seperti pos-pos yang lain, di samping
gerbang utama. Aku bertanya kepada salah seorang satpam, tentang benar atau
tidaknya tes tertulis dilaksanakan di perusahaan tersebut.
“Ya mas, besok memang ada kegiatan
tes disini. Mas besok ikut tes?” Seorang satpam bertubuh agak kurus itu mencoba
menjelaskan dengan ramah.
“Iya Pak, saya besok akan mengikuti
tes disini.” Aku bertanya dengan nada bingung. Bingung mengapa tempat tesnya
jauh dari rumahku, bingung karena hari itu sudah masuk waktu malam. Aku tak
mungkin pulang lagi ke rumahku yang berada di sebelah utara Jakarta. Aku takut
terlambat mengikuti tes esok hari yang rencananya akan diadakan di hari Senin
pukul 8 pagi. Ku beranikan diri untuk meminta tolong kepada seorang satpam yang
aku rasa dia adalah seorang Kepala Satpam disini.
“Pak, saya tinggalnya di Jakarta
Utara, Pak.” Aku mulai memohon belas kasih dari sang Kepala Satpam.
“Ya, terus? Ada yang bisa kami
bantu?” Ramah sekali Bapak Kepala Satpam ini mencoba menjadi pendengar yang baik
untukku.
“Gini Pak, saya bingung kalau harus
kembali lagi ke rumah, saya takut terlambat besok pagi Pak, kan mulai tesnya
jam 8 pagi Pak, untuk itu saya meminta pertolongan Bapak. Bolehkah saya
menumpang tidur malam ini disini Pak. Dimana aja boleh Pak, dikursi belakang
kantor bapak pun gak masalah Pak. Gak masalah banyak nyamuknya juga Pak.”
“Tidak bisa mas. Perusahaan kami
tidak mengijinkan ada orang asing menginap disini.”
Sontak Aku terdiam, harapanku
sia-sia, Aku melihat di sekitar, tiadakah tempat untukku menumpang istirahat
walau semalam? Tiba-tiba lamunanku terhentak mendengar sayup-sayup seorang
satpam yang merupakan anak buah dari Bapak Kepala Satpam itu.
“Sudah Ndan, kasihan dia. Hanya
menginap semalam saja. Biar saya jagain dia Ndan, kalau ada masalah saya akan
bertanggung jawab Ndan!”
Hati kini tak lesu lagi. Terima
kasih Allah yang meluluhkan hati seorang Satpam ini. Akhirnya, Aku bisa
beristirahat malam itu. Ditemani nyamuk, gak masalah, sudah saya siapkan obat
jitu pengusir nyamuk, sebuah lotion anti nyamuk yang ku beli setelah Aku telah
diberikan ijin menginap di perusahaan tersebut.
Keesokkan harinya, Hari Senin,
tepat jam setengah lima pagi, Aku sudah bangun, agar Aku bisa mempersiapkan
diri untuk mengikuti tes. Selesai mandi, Aku melaksanakan Solat. Berdo’a, agar
usahaku hari ini tidak sia-sia.
Buru-buru Aku menuju seorang satpam
yang kemarin membantuku meluluhkan hati Bapak Kepala Satpam untuk mengucapkan
terima kasih.
Jam 7 Pagi, telah banyak para
peserta tes yang sudah berkumpul di depan gerbang. Aku pun dengan riang menuju
kerumunan tersebut. Tak ku sia-siakan waktu itu untuk berkenalan dengan seorang
yang peserta yang sedang asyik menyendiri sambil memainkan handphonenya.
“Mas, Ikut tes juga?” Aku memulai
berkenalan dengan seorang yang mempunyai postur tubuh gemuk tinggi.
“Iya nih mas. Mas juga ya? Nama
saya Dony mas, saya tinggal tidak jauh dari sini mas. Boleh tau namanya mas?”
“Saya Haris mas, saya tinggal di
Jakarta Utara mas. Mas ngambil jurusan apa nanti di perusahaan ini. Kalau saya
sih ngambil jurusan listrik mas.”
“Wah, saya juga ngambil jurusan
itu. Ntar duduknya deket-deketan ya! Biar bisa saling membantu. Hehe...”
Tahukah kawan, Aku berteman dengan
orang yang tepat. Nanti Aku jelaskan mengapa Aku bisa beranggapan seperti itu.
Ujian masuk pun dilakukan. Aku sudah
menyiapkan segala alat tulis diatas meja. Dua pensil kuserut dengan agak tajam
pada matanya. Dony pun juga bersiap-siap. Dan yang ditunggu pun akhirnya
dilaksanakan. Dengan sigap Aku mengerjakan semua tes tulis yang diberikan.
Mulai dari baris deret, tes gambar, tes keahlian sampai masuk tes pengetahuan
umum, Aku babat habis semua. Ya kawan, walaupun banyak pertanyaan yang Aku gak
tahu jawabannya tetap Aku tebak-tebak jawabannya. Hehe. Hitung kancing.
Menunggu pengumuman yang akan
dilaksanakan pada jam4 sore, Dony mengajakku untuk berkeliling Cilegon. Masuk
Mall, keluar Mall. Main PS. Hingga Akhirnya Azan Ashar menghentikan langkah,
Kami melaksanakan Solat terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali ke PT. KOTAMA.
Entah yang ku rasakan sepertinya
Aku lulus. Namun, entahlah. Aku belum tahu hasil tesnya.
Dari 100 orang pertama yang
mengikuti tes, maka hasil tesnya pun keluar duluan. Aku dan Dony melihat dan
mencari dengan seksama nama kami. Ku urut mulai dari angka 1, 2, 3 terus menuju
angka 9, heh, Aku menghela nafas, mana namaku? Aku lanjutkan ke angka
berikutnya, 10. HARIS NURDIANTO, lulus. Hah? Hanya 10, dari seratus orang hanya
diambil sepuluh? Mana nama Dony? Aku memang gembira melihat kelulusanku pada
tes tulis. Namun, Aku bersedih melihat temanku tak masuk kedalam sepuluh nama
tersebut.
“Ris, selamat ya! Mungkin gua
memang belum begitu bisa ngikutin tes kayak gituan. Susah banget. Saya pulang
duluan ya!” Dony, temanku yang malang berkata dengan penuh kehampaan.
“Don, mungkin bukan disini lo
sukses Don. Mungkin ditempat lain. Hati-hati ya Don.” Aku berat ditinggal
dirinya.
Ku teruskan membaca informasi
dibawah pengumuman peserta yang lulus.
“Bagi peserta yang lulus tes
tertulis berhak mengikuti tes wawancara hari Selasa, tanggalnya (Aku lupa kawan
tapi pokoknya tes wawancara ini dilaksanakan besok harinya) jam 8.00 wib.”
“Wah langsung besok ya tesnya.
Harus nginep lagi nih di perusahaan ini.” Batinku mulai berharap kembali Bapak
Satpam mengijinkan Aku untuk menginap lagi di perusahaan.
“Untuk malam ini tidak boleh mas.”
Bapak Kepala Satpam ini orangnya berbeda dengan yang kemarin malam, agak kaku
untuk mengijinkan orang asing menginap di perusahaan itu. Aku kembali bingung.
Kemana lagi Aku akan menginap. Seketika Aku langsung teringat Dony yang
mengatakan bahwa rumahnya tidak jauh dari perusahaan ini.
Ku gendong tas ku erat-erat,
berlari mengejar Dony yang masih berjalan menuju ke tempat pemberhentian mobil
angkot. Penuh harap kawan, penuh harapan terakhir untuk bisa menginap semalam
di rumahnya.
“Don, tunggu!” secepat kilat Aku berlari
menuju Dony. Dony pun berhenti terheran melihat wajahku yang tiba-tiba memelas.
“Don, saya bingung. Kemarin saya
masih diperbolehkan menginap di perusahaan itu, tapi hari ini, Satpamnya
bener-bener tidak memperbolehkan. Kalau boleh saya menumpang istirahat ya
semalam di rumahmu.”
“Hmm, tunggu bentar ya! Saya mau
telpon Ibu di rumah dulu.”
Kami pun menuju ke sebuah wartel.
Dony pun segera mengetikkan sebuah nomor telepon rumah kemudian berbicara
kepada seorang wanita diujung kabel yang kurasa itu adalah Ibunya.
“Mah, ada temen Dony yang mau
nginep di rumah. Boleh gak Mah?”
Aku tak tahu yang dikatakan Ibu
Dony diseberang telepon sana.
“Yaudah Mah, Dony sama temen Dony
bentar lagi sampai di rumah.”
Senyum Dony membuatnya tampak lebih
cerah dari sebelumnya. Aku berpikir Ibu Dony mengijinkan Aku untuk menginap di
Rumahnya.
“Ayo Ris, kita ke rumah. Ibu
mengjinkan kamu nginep di rumah.”
“Terima kasih ya Don sebelumnya.”
“Terima kasih ya Don sebelumnya.”
“Iya Don, tenang aja.”
Dengan sebuah mobil angkot Kami
menuju ke sebuah rumah yang selama ini dihuni oleh Dony dan keluarganya.
Esoknya, Aku pun melaksanakan tes
wawancara. Banyak pertanyaan yang tak bisa ku jawab, karena semuanya dari menggunakan
Bahasa Inggris. Hmmph, Aku menghela nafas. Aku yakin tidak lulus kali ini. Apalagi
pas yang mewawancaraiku bilang “Mas, ikut pendaftaran satpam aja mas, saya
jamin orang seperti mas lulus.”
Kawan, satu hal yang harus kita
ingat, setiap yang terjadi pada saat ini adalah akibat dari proses yang yang telah kita
lalui di hari kemarin. Mungkin Allah gak menginginkan saya untuk menjadi
seorang yang hebat di bidang listrik, karena sejujurnya saya memang saya tak
punya kemampuan di bidang itu. Dan Akhirnya kawan, dengan senyum semangat, Aku
kembali ke Jakarta. Kembali mengadu nasib lagi di tempat lain.
Yang ku yakinkan adalah mungkin
kesuksesan saya bukan di tempat ini tapi di tempat lain. Aku akan kejar
kesuksesan itu walau keujung dunia sekali pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar