Sabtu, 01 September 2012

Sahabatku dari Cilegon

Tahun 2007, saat itu Aku baru saja lulus dari Sekolah Menengah Atas di Jakarta. Nilai UAN-ku tak tinggi kawan. Rata-rata 7,5. Cukup memuaskan. Walaupun waktu ingin meraihnya, ketika ujian akhir kemarin, Aku dan teman-teman melewatinya penuh tangis. Iya, air mata yang tak terbendung, ada hal yang kami takuti waktu itu, kami takut ada diantara kami yang tidak dapat melalui ujian ini dengan baik.

Hari penentuan lulus atau tidaknya telah tiba, kami semua berbondong-bondong memasuki pagar setinggi 2 meter terbuat dari besi. Menanti surat kecil dari masing-masing wali kelas kami. Akhirnya kami menerima sepucuk surat, tipis, namun tersirat makna yang dalam.
"Gimana Ris, lo lulus gak? Alhamdulillah gua lulus nih." Tanya seorang teman saya Roni, sambil menunjukkan secarik surat miliknya.
"Gua sih pedenya lulus bro. Bentar gua buka."
Yap, LULUS. Bagaimana hati tak berbunga kawan, berbunga melebihi saat bertemu dengan seorang yang dicinta, lebih, lebih dari itu. Kamu tahu kawan, masa depan saya juga ditentukan mulai hari ini. Namun yang dibenakku kali ini sungguh drastis jatuh. Impian saya menjadi seorang guru matematika (walaupun saya tidak begitu pintar dalam bidang ini) harus dipending dulu. Berubah haluan, ya berubah haluan. Karena Aku dilahirkan ditengah keluarga sederhana yang baru bisa menyekolahkan Aku sampai tingkat SMA saja sehingga harapan agak kandas. Tapi biarlah, tak mengapa aku harus memendam keinginan dan cita-cita itu untuk saat ini.
“Kalau gak bisa bayar kuliah kenapa gak nyari kuliah yang gratis aja?” pikirku memotivasi hati yang hampir runtuh.
Aku gak begitu ngerti Universitas apa saja yang menerima Mahasiswa secara gratis. Yang ku tahu hanya STAN kawan. Ya sudah, Aku ikut saja tesnya. Sebelum ikut tes, seperti khalayak ramai apabila ingin ikut tes pasti ikut bimbel atau membeli contoh-contoh yang biasa keluar dalam soal-soal tes ujian masuk STAN. Selain itu ada seorang guru komputerku yang menyarankan untuk mengikuti sebuah Perusahaan yang bergerak di pembuatan generator di Cilegon yang sedang membuka pendaftaran mahasiswa baru yang akan dididik menjadi seorang mekanik listrik selama dua tahun gratis.
Karena yang baru buka pendaftaran adalah perusahaan tersebut sebelum STAN membuka pendaftaran, maka Aku coba mendaftar kepada perusahaan tersebut lebih dahulu. Lalu ku coba layangkan lamaran ke perusahaan tersebut.  Alhamdulillah, tiga hari berikutnya aku mencari di Internet (karena waktu itu pihak perusahaan memberitahukan pengumuman diterima tau tidaknya lamaran melalui internet) informasi tentang penerimaan mahasiswa di website perusahaan tersebut dan aku masuk diantara 200 orang yang diterima untuk mengikuti tes.
Hari Minggu siang, kira-kira waktu itu bulan Agustus 2007, saya berangkat menuju ke Cilegon untuk mengikuti tes tertulis disana. Tapi kawan, bukan hari Minggu ini tesnya, tapi keesokkan harinya. Sesampainya di Cilegon, Aku diturunkan di pertigaan jalan karena memang bis yang ku gunakan akan langsung menuju ke merak. Banyak para tukang ojek yang menawarkan jasanya dan memang sudah naluri semua tukang ojek seperti itu, mendekati penumpang yang baru turun dari sebuah bis dan menawarkan jasa antar kemana pun yang diinginkan para calon penumpang ojek.
“Mau kemana mas?” tanya seorang tukang ojek penuh harap dengan motornya yang sudah menyala semenjak Aku turun.
“Ke Perusahaan KOTAMA (Maaf Aku lupa nama Perusahaannya) Pak, berapa?”
 “25 ribu aja mas.”
“Mahal banget bang, 10 ribu aja.”
“Wah gak bisa segitu mas, 20 deh.”
Akhirnya Aku dapat menaiki ojek tersebut dengan harga 15 ribu, walaupun agak bohong dikit kalo Aku bilang kepada Pak Ojek itu Aku Cuma punya 15 ribu doank. Hehe. Maklum biar irit.
Sampai di PT. KOTAMA, Aku langsung menuju ke sebuah pos Satpam yang letaknya wajar seperti pos-pos yang lain, di samping gerbang utama. Aku bertanya kepada salah seorang satpam, tentang benar atau tidaknya tes tertulis dilaksanakan di perusahaan tersebut.
“Ya mas, besok memang ada kegiatan tes disini. Mas besok ikut tes?” Seorang satpam bertubuh agak kurus itu mencoba menjelaskan dengan ramah.
“Iya Pak, saya besok akan mengikuti tes disini.” Aku bertanya dengan nada bingung. Bingung mengapa tempat tesnya jauh dari rumahku, bingung karena hari itu sudah masuk waktu malam. Aku tak mungkin pulang lagi ke rumahku yang berada di sebelah utara Jakarta. Aku takut terlambat mengikuti tes esok hari yang rencananya akan diadakan di hari Senin pukul 8 pagi. Ku beranikan diri untuk meminta tolong kepada seorang satpam yang aku rasa dia adalah seorang Kepala Satpam disini.
“Pak, saya tinggalnya di Jakarta Utara, Pak.” Aku mulai memohon belas kasih dari sang Kepala Satpam.
“Ya, terus? Ada yang bisa kami bantu?” Ramah sekali Bapak Kepala Satpam ini mencoba menjadi pendengar yang baik untukku.
“Gini Pak, saya bingung kalau harus kembali lagi ke rumah, saya takut terlambat besok pagi Pak, kan mulai tesnya jam 8 pagi Pak, untuk itu saya meminta pertolongan Bapak. Bolehkah saya menumpang tidur malam ini disini Pak. Dimana aja boleh Pak, dikursi belakang kantor bapak pun gak masalah Pak. Gak masalah banyak nyamuknya juga Pak.”
“Tidak bisa mas. Perusahaan kami tidak mengijinkan ada orang asing menginap disini.”
Sontak Aku terdiam, harapanku sia-sia, Aku melihat di sekitar, tiadakah tempat untukku menumpang istirahat walau semalam? Tiba-tiba lamunanku terhentak mendengar sayup-sayup seorang satpam yang merupakan anak buah dari Bapak Kepala Satpam itu.
“Sudah Ndan, kasihan dia. Hanya menginap semalam saja. Biar saya jagain dia Ndan, kalau ada masalah saya akan bertanggung jawab Ndan!”
Hati kini tak lesu lagi. Terima kasih Allah yang meluluhkan hati seorang Satpam ini. Akhirnya, Aku bisa beristirahat malam itu. Ditemani nyamuk, gak masalah, sudah saya siapkan obat jitu pengusir nyamuk, sebuah lotion anti nyamuk yang ku beli setelah Aku telah diberikan ijin menginap di perusahaan tersebut.
Keesokkan harinya, Hari Senin, tepat jam setengah lima pagi, Aku sudah bangun, agar Aku bisa mempersiapkan diri untuk mengikuti tes. Selesai mandi, Aku melaksanakan Solat. Berdo’a, agar usahaku hari ini tidak sia-sia.
Buru-buru Aku menuju seorang satpam yang kemarin membantuku meluluhkan hati Bapak Kepala Satpam untuk mengucapkan terima kasih.
Jam 7 Pagi, telah banyak para peserta tes yang sudah berkumpul di depan gerbang. Aku pun dengan riang menuju kerumunan tersebut. Tak ku sia-siakan waktu itu untuk berkenalan dengan seorang yang peserta yang sedang asyik menyendiri sambil memainkan handphonenya.
“Mas, Ikut tes juga?” Aku memulai berkenalan dengan seorang yang mempunyai postur tubuh gemuk tinggi.
“Iya nih mas. Mas juga ya? Nama saya Dony mas, saya tinggal tidak jauh dari sini mas. Boleh tau namanya mas?”
“Saya Haris mas, saya tinggal di Jakarta Utara mas. Mas ngambil jurusan apa nanti di perusahaan ini. Kalau saya sih ngambil jurusan listrik mas.”
“Wah, saya juga ngambil jurusan itu. Ntar duduknya deket-deketan ya! Biar bisa saling membantu. Hehe...”
Tahukah kawan, Aku berteman dengan orang yang tepat. Nanti Aku jelaskan mengapa Aku bisa beranggapan seperti itu.
Ujian masuk pun dilakukan. Aku sudah menyiapkan segala alat tulis diatas meja. Dua pensil kuserut dengan agak tajam pada matanya. Dony pun juga bersiap-siap. Dan yang ditunggu pun akhirnya dilaksanakan. Dengan sigap Aku mengerjakan semua tes tulis yang diberikan. Mulai dari baris deret, tes gambar, tes keahlian sampai masuk tes pengetahuan umum, Aku babat habis semua. Ya kawan, walaupun banyak pertanyaan yang Aku gak tahu jawabannya tetap Aku tebak-tebak jawabannya. Hehe. Hitung kancing.
Menunggu pengumuman yang akan dilaksanakan pada jam4 sore, Dony mengajakku untuk berkeliling Cilegon. Masuk Mall, keluar Mall. Main PS. Hingga Akhirnya Azan Ashar menghentikan langkah, Kami melaksanakan Solat terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali ke PT. KOTAMA.
Entah yang ku rasakan sepertinya Aku lulus. Namun, entahlah. Aku belum tahu hasil tesnya.
Dari 100 orang pertama yang mengikuti tes, maka hasil tesnya pun keluar duluan. Aku dan Dony melihat dan mencari dengan seksama nama kami. Ku urut mulai dari angka 1, 2, 3 terus menuju angka 9, heh, Aku menghela nafas, mana namaku? Aku lanjutkan ke angka berikutnya, 10. HARIS NURDIANTO, lulus. Hah? Hanya 10, dari seratus orang hanya diambil sepuluh? Mana nama Dony? Aku memang gembira melihat kelulusanku pada tes tulis. Namun, Aku bersedih melihat temanku tak masuk kedalam sepuluh nama tersebut.
“Ris, selamat ya! Mungkin gua memang belum begitu bisa ngikutin tes kayak gituan. Susah banget. Saya pulang duluan ya!” Dony, temanku yang malang berkata dengan penuh kehampaan.
“Don, mungkin bukan disini lo sukses Don. Mungkin ditempat lain. Hati-hati ya Don.” Aku berat ditinggal dirinya.
Ku teruskan membaca informasi dibawah pengumuman peserta yang lulus.
“Bagi peserta yang lulus tes tertulis berhak mengikuti tes wawancara hari Selasa, tanggalnya (Aku lupa kawan tapi pokoknya tes wawancara ini dilaksanakan besok harinya) jam 8.00 wib.”
“Wah langsung besok ya tesnya. Harus nginep lagi nih di perusahaan ini.” Batinku mulai berharap kembali Bapak Satpam mengijinkan Aku untuk menginap lagi di perusahaan.
“Untuk malam ini tidak boleh mas.” Bapak Kepala Satpam ini orangnya berbeda dengan yang kemarin malam, agak kaku untuk mengijinkan orang asing menginap di perusahaan itu. Aku kembali bingung. Kemana lagi Aku akan menginap. Seketika Aku langsung teringat Dony yang mengatakan bahwa rumahnya tidak jauh dari perusahaan ini.
Ku gendong tas ku erat-erat, berlari mengejar Dony yang masih berjalan menuju ke tempat pemberhentian mobil angkot. Penuh harap kawan, penuh harapan terakhir untuk bisa menginap semalam di rumahnya.
“Don, tunggu!” secepat kilat Aku berlari menuju Dony. Dony pun berhenti terheran melihat wajahku yang tiba-tiba memelas.

“Don, saya bingung. Kemarin saya masih diperbolehkan menginap di perusahaan itu, tapi hari ini, Satpamnya bener-bener tidak memperbolehkan. Kalau boleh saya menumpang istirahat ya semalam di rumahmu.”
“Hmm, tunggu bentar ya! Saya mau telpon Ibu di rumah dulu.”
Kami pun menuju ke sebuah wartel. Dony pun segera mengetikkan sebuah nomor telepon rumah kemudian berbicara kepada seorang wanita diujung kabel yang kurasa itu adalah Ibunya.
“Mah, ada temen Dony yang mau nginep di rumah. Boleh gak Mah?”
Aku tak tahu yang dikatakan Ibu Dony diseberang telepon sana.
“Yaudah Mah, Dony sama temen Dony bentar lagi sampai di rumah.”
Senyum Dony membuatnya tampak lebih cerah dari sebelumnya. Aku berpikir Ibu Dony mengijinkan Aku untuk menginap di Rumahnya.
“Ayo Ris, kita ke rumah. Ibu mengjinkan kamu nginep di rumah.”
“Terima kasih ya Don sebelumnya.”
“Iya Don, tenang aja.”


Dengan sebuah mobil angkot Kami menuju ke sebuah rumah yang selama ini dihuni oleh Dony dan keluarganya.
Esoknya, Aku pun melaksanakan tes wawancara. Banyak pertanyaan yang tak bisa ku jawab, karena semuanya dari menggunakan Bahasa Inggris. Hmmph, Aku menghela nafas. Aku yakin tidak lulus kali ini. Apalagi pas yang mewawancaraiku bilang “Mas, ikut pendaftaran satpam aja mas, saya jamin orang seperti mas lulus.”
Kawan, satu hal yang harus kita ingat, setiap yang terjadi pada saat ini adalah akibat dari proses yang yang telah kita lalui di hari kemarin. Mungkin Allah gak menginginkan saya untuk menjadi seorang yang hebat di bidang listrik, karena sejujurnya saya memang saya tak punya kemampuan di bidang itu. Dan Akhirnya kawan, dengan senyum semangat, Aku kembali ke Jakarta. Kembali mengadu nasib lagi di tempat lain.
Yang ku yakinkan adalah mungkin kesuksesan saya bukan di tempat ini tapi di tempat lain. Aku akan kejar kesuksesan itu walau keujung dunia sekali pun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar