Minggu, 16 September 2012

Opini saya mengenai teroris yang mengaku "Islam"


Saat ini orang-orang muslim di Indonesia sedang disudutkan.
Berawal dari tahun 2002 tatkala para teroris melakukan pemboman di Bali, hingga kini tahun 2012 di berbagai tempat di Jakarta.
Mereka mengatakan bahwa teroris itu orang-orang muslim. Secara kasat, ya benar.
Tapi apakah seorang yang benar-benar muslim tega untuk membunuh manusia?
Padahal seharusnya teroris-teroris yang "muslim" itu menyadari bahwa :
1.              Membunuh orang yang diluar Islam itu dilarang apabila orang2 non muslim itu telah memenuhi kewajibannya seperti membayar pajak dan tidak mengganggu umat Islam. Apakah mereka tidak mengetahui bagaimana pembagian hukum membunuh orang non muslim? Berikutcoba saya jelaskan.
Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan:
1.     Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin)
Allah Ta’ala berfirman,
 Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah: 29)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

2.    Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati)
Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”.Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

3.    Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin)
Allah Ta’ala berfirman,
 “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)
Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)

Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak  sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya,
 “Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)

Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi. Kafir harbi adalah setiap orang kafiryang tidak tercakup di dalam perjanjian (dzimmah) kaum Muslim, baik orang itu kafir mu ’ahid atau musta’min, atau pun bukan kafir mu’ahid dan kafir musta’min

2.              Ketika mereka para teroris yang mengaku Islam itu ingin melakukan pemboman bunuh diri ke khalayak ramai, maka konsekuensinya adalah mereka akan pula membunuh orang muslim yang berada di dekatnya pula. Apakah mereka berpikir bahwa orang-orang muslim yang terbunuh itu karena factor ketidak sengajaan? Tidak mungkin, pasti mereka tahu akibat perbuatan mereka itu pasti berdampak kepada umat muslim yang berada disekitarnya.
Syariat Islam yang mulia telah datang salah satunya untuk menjaga nyawa manusia. Nyawa seorang muslim memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Alloh ta’ala. Namun manusia yang zolim ini telah banyak menyalahi syariat yang mulia dari Robb tabaaraka wa ta’ala. Nyawa manusia sekarang seakan sangat murah sekali. Berita tentang pembunuhan bukanlah hal asing lagi yang menghiasi berita di negara kita. Hutang ratusan ribu saja harus ditebus dengan hilangnya nyawa, wal ‘iyadzubillah.
Di sisi lain muncul orang-orang yang mengatasnamakan Islam, membunuh orang-orang yang notabene beragama Islam baik dengan pengeboman maupun tindakan brutal lainnya. Padahal dengan tegas Alloh subhanahu wa ta’ala telah melarang perbuatan tersebut bahkan mengancam pelakunya dengan ancaman yang sangat tegas, kekal dalam Jahanam, mendapatkan murka dan laknat Alloh.
 “Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)
Makna Lafal Ayat:
“Dan barang siapa” dalam Bahasa Arab, kata tersebut merupakan kata syarat. Dalam ilmu Ushul Fiqh kata syarat tersebut memiliki makna umum. Sehingga seluruh orang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang disebutkan pada ayat tersebut akan mendapatkan balasan yang disebutkan pada ayat tersebut.
“Membunuh seorang mukmin” yaitu yang membunuh orang yang beriman pada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu, orang yang membunuh orang kafir atau orang munafik tidak termasuk dalam ayat ini. Akan tetapi membunuh orang kafir yang memiliki perjanjian damai atau yang tunduk kepada pemerintah muslim atau yang meminta perlindungan keamanan kepada pemerintah muslim, adalah suatu perbuatan dosa. Namun pembunuhnya, tidak diancam dengan ancaman sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini. Adapun orang-orang munafik, maka syariat Islam menjaga darah mereka selama mereka tidak menampakkan prilaku kemunafikannya.
“Dengan sengaja”, berdasarkan kalimat ini, maka anak kecil ataupun orang gila tidak termasuk dalam ayat ini. Demikian juga orang yang membunuh tanpa kesengajaan. Karena ketiga jenis orang ini, melakukan perbuatan tanpa disertai niat yang teranggap.
Alloh ta’ala telah memberikan ancaman yang sangat besar dan tegas pada ayat ini bagi orang -siapa pun dia- yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Alloh menyebutkan empat buah balasan bagi orang ini adalah sebagai berikut:
1.     “Jahanam” : Alloh ta’ala akan memasukkan orang ini ke dalam neraka jahanam.
2.     Tidak cukup dengan sekedar memasukkan ke dalam jahanam, namun Alloh menjadikan orang tersebut tinggal di dalamnya dalam waktu yang sangat lama “Ia kekal di dalamnya.”
3.     “Alloh murka kepadanya” : Kalimat ini juga menunjukkan bahwa Alloh memiliki sifat Al Ghodhob (murka).
4.     “dan (Alloh) melaknatinya.” : Yaitu Alloh menjauhkan orang ini dari rahmat-Nya.
Demikianlah 4 buah balasan yang Alloh berikan pada orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Jika seandainya disebutkan satu buah balasan saja, maka hal ini akan menjadi penghalang bagi seorang mukmin yang takut akan Robb-Nya untuk tidak melakukan dosa ini. Maka bagaimana jika disebutkan empat buah balasan sekaligus?

Opini saya adalah mengapa mereka mau melakukan pemboman yang mereka tahu dampaknya tidak hanya akan menyentuh kepada orang-orang non muslim tapi dampak yang terbesar adalah menghancurkan Umat Islam di seluruh seantaro Jagat Raya ini. Semakin mereka berbuat kehancuran, semakin banyak Umat Islam yang masih belum paham tentang agamanya menjadi takut untuk mempelajarinya karena tuduhan “Teroris”. Sungguh hal yang sangat merisaukan.
Wallahu musta’an

Selasa, 11 September 2012

Pengalaman LoA (Low of Attraction) saya yang sederhana

Sahabatku, saya mencoba membagikan kisah pengalaman LoA saya yang baru saja terjadi kemarin sore ketika saya hendak menuju ke Cilengsi, Bogor untuk melaksanakan perkuliahan.

Begini ceritanya :
Sore jam 16.00 wib, saya baru pulang dari kantor saya dan rencananya saya langsung berangkat menuju ke Cilengsi-Bogor, ada jadwal kuliah bahasa arab, tapi tiba-tiba saya jadi males banget, entah, rasanya gak pengen berangkat. Saya coba tidur-tiduran, siapa tahu bisa tidur beneran, namun beberapa menit saya tunggu, saya tidak bisa tidur juga. Pikiran saya terus terfokus pada kuliah saya malam itu. Tak ada yang saya pikirkan selain saya harus berada di kelas bahasa arab bersama-sama teman saya. Akhirnya, jam 16.30 saya memutuskan berangkat ke Cilengsi-Bogor.
Sekitar hampir satu jam, saya sudah berada di daerah UKI. Dari kejauhan jelas terlihat bahwa arah bogor sudah sangat gelap, kalau orang bilang pasti hujan, karena saking gelapnya. Yah, memang pada saat saya sampai di UKI pun hujan telah menunjukkan kehadirannya, buru-buru saya merapat ke pinggir untuk menggunakan jaket saya. Namun, waktu saya cari ke bawah jok saya ternyata tidak ada jaketnya.
Seketika pikiran saya mencoba memikirkan satu-satunya hal yang positif, “Ya Allah, ijinkan saya ke tempat kuliah saya dengan tetap kering.” kalimat ini terus saya katakan di dalam hati, saya yakin, sesuai dengan prinsip LoA bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita pikirkan bukan apa yang kita inginkan. Alhasil,  walaupun sepanjang jalan saya komat-kamit mengucapkan kalimat serupa, Alhamdulillah, saya bisa tetap kering padahal waktu itu saya lihat disekeliling saya sudah ramai orang-orang menggunakan jas hujan.
Hmm, tapi kawan, ada satu hal yang menggugah hati, membuat hati ini gelisah, kawan tahu? kenapa?
Padahal Allah Yang Maha Mengotomatiskan segala sesuatu, memberikan jalan yang telah otomatis kepada kita untuk berd’oa dan menyeru kepada-Nya, namun mengapa tatkala kita diseru oleh Zat Yang Maha Pengasih yaitu Allah Yang Maha bersungguh-sungguh dalam menciptakan sistem otomatisasi ini, terkadang kita atau bahkan sering kita bahkan mengacuhkan-Nya, tidak menghiraukan panggilan dan seruan-Nya, kita tidak mampu mengotomatiskan diri kita kepada panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Lihatlah sahabatku, pernahkah kita menyadari ini?
Ya, memang kita tidak mungkin bisa menyamai kehebatan Allah dalam hal otomatisasi ini, tapi bukankah Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan dan menitipkan kita salah satu sifatnya yaitu otomatisasi? Paling tidak dalam hal apa-apa yang diwajibkan kita harus bisa otomatislah….

Inilah Kecerdasan Hakiki yang Seharusnya Dimiliki Setiap Manusia



Sahabatku, ada sebuah artikel menarik yang saya baca mengenai bagaimana kecerdasan yang sesungguhnya yang harus dimiliki oleh kita, manusia.
Sahabatku, pernah tahu siapa bapak / ilmuwan yang pertama kali mendefinisikan kecerdasan. Dialah Alferd Binet yang pada Tahun 1905 memperkenalkan definisi kecerdasan kepada dunia. Menurut Ilmuwan berkebangsaan Perancis ini, orang yang cerdas adalah orang yang memiliki Intelligence Quotient (IQ) diatas 100 dan orang yang mempunyai IQ diatas 150 adalahjenius.
Nah, sejak saat itu mulailah cara pandang manusia berubah. Mereka beranggapan bahwa keberuntungan dan masa depan manusia seolah-olah ditentukan dengan tingginya IQ mereka. Bahkan banyak perusahaan-perusahaan elit, sekolah-sekolah unggulan menentukan para calon karyawannya atau calon siswanya dari tingginya IQ yang mereka punya. Anggapan mereka semakin tinggi IQ yang dimiliki oleh karyawannya atau para siswanya akan membuat semakin tinggi pula tingkat prestasi yang akan mereka torehkan.
Keruntuhan Teori Kecerdasan = IQ
Sahabatku, teori yang dimiliki oleh Alferd Binet mengenai kecerdasan yang ditentukan lewat tingkat IQ yang dimiliki ini pun akhirnya runtuh, tepat 90 tahun teori ini bisa bertahan. Ya, teori ini mulai runtuh setelah Daniel Goleman melakukan berbagai penilitian-penilitian dan riset-riset yang berlangsung cukup lama. Pakar Psikologi ini menemukan bahwa IQ bukan satu-satunya jenis kecerdasan yang menentukan sukses tidaknya seseorang. Ada kecerdasan lain yang justru lebih penting dari itu, emosional quotient (kecerdasan emosi).
Dan, sejak saat itu manusia menyadari bahwa kecerdasan IQ semata tidaklah cukup. Kecerdasan Intelktual justru tidak banyak membantu  seseorang mengarungi samudra kehidupannya jika tidak diiringi oleh kecerdasan emosi. Bahkan, faktor kecerdasan emosi ini menyumbang 85 persen variable keberhasilan.
Banyak sekali yang mendukung pendapat Goleman ini. Kita bisa melihat betapa banyak anak-anak yang selalu mendapatkan peringkat tinggi dengan nilai akademik yang luar biasa pada saat usia sekolah, tapi setelah lulus malah tidak sukses mengarungi kehidupan. Ini karena anggapan mereka terhadap IQ begitu besar sehingga melupakan kecerdasan yang lain yang justru pengaruhnya jauh lebih besar lagi. Berbeda jika seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional, tatkala awalnya mungkin dia hanya memiliki IQ yang standar, namun berkat kecerdasan emosionalnya, dia mampu menjadi orang yang tangguh tatkala datang hambatan, dia cari strategi lain tatkala kegagalan kecil ditemuinya, tekadnya tak pernah padam, itulah yang membuatnya mampu mengarungi pelbagai ombak kecil maupun besar.
Dan kini dapat kita saksikan bahwa dunia pendidikan yang baik tidak berorientasi lagi pada hasil, lalu orientasi pendidikan berubah pada proses.

Nasehat Lukman Hakim
Dan setelahnya banyak bermunculan teori-teori baru mengenai kecerdasan. Para ilmuwan ada yang membagi kecerdasan ada yang menjadi delapan dimensi. Dialah Howard Gardner, seorang psikolog dari Howard University yang menemukan teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk. Teori ini menggabungkan delapan dimensi kecerdasan, yaitu linguistik, matematis logis, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan natural. Sejak teori ini muncul, lenyaplah monopoli kecerdasan.
Sebenarnya, jauh sebelum Binet, Goleman dan Gardner, menemukan teori kecerdasan, mulai dari IQ, EQ, SQ, hingga multiple intelligence, para tokoh Muslim telah mendefinisikan kecerdasan secara lebih lengkap, komprehensif, dan holistik.
Sayangnya, kita hanya berkiblat kepada teori kecerdasan yang dikembangkan oleh barat. Kita malas membuka, mempelajari, mencari mutiara-mutiara tersebut dalam deretan rak-rak perpustakan lama yang melimpah, atau kita malah minder mempelajarinya, minder karena takut dianggap ketinggalan jaman.
Bahkan, lebih jauh ke belakang, Al-Qur’an dan Sunnah telah mengenalkan kepada kita nilai kecerdasan yang sejati yakni kecerdasan berdasarkan fitrah.
Sahabatku, Al-Qur’an telah memuat seseorang tokoh pendidikan yang luar biasa. Ia bukanlah Nabi dan Rasul, tapi namanya diabadikan menjadi sebuah nama surat dalam Al-Qur’an dan nasehatnya dinukil di dalam al-Qur’an.
Ia adalah Luqman al-Hakim, Ia berkata kepada anaknya tentang kecerdasan, sebagaimana dinukil dari buku berjudul Pesan-pesan Bijak Lukman al-Hakim karya Majdi Asy-Syahari. Beginilah katanya :
“Wahai anakku, orang yang cerdas, pandai, dan bahagia pasti mencintai sesamanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia bersikap hemat dalam keadaan kaya dan menjaga kehormatan diri disaat fakir. Harta tidak akan melalaikannya dari Allah. Kemiskinan juga tidak menyibukkannya dari mengingat Allah.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu akan bisa mengambil manfaat dari kesabarannya. Ia selalu mendengarkan siapa saja yang menasehatinya . Ia tidak memusuhi orang yang lebih tinggi derajatnya dan tidak melecehkan orang yang lebih rendah derajatnya.”
“Ia tidak menuntut apa yang bukan miliknya dan tidak menyia-nyiakan apa yang ia miliki. Ia tidak mengucapkan apa yang tidak diketahuinya dan tidak menyembunyikan ilmu yang ada padanya.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu merasa puas dengan hak yang dimilikinya dan tidak pernah merugikan  hak-hak orang lain. Orang lain tidak merasa terusik olehnya dan dia pun tidak merasa terbebani oleh orang lain.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu mau menerima nasehat dari orang yang menasehatinya. Ia bergegas dalam hal kebajikan dan lamban dalam hal keburukan. Ia kuat dalam berbuat baik dan lemah dalam kemaksiatan. Ia memiliki sedikit pengetahuan tentang nafsu syahwat.”
“Ia mengetahui cara mendekatkan diri kepada Allah. Ia meyakinkan pada saat bersaksi, bersikap adil di saat memutuskan, benar jika berkata, jujur jika diberi kepercayaan, dan pemaaf jika di zhalimi.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu tetap berbuat baik di saat orang berbuat jahat kepadanya . Ia menggunakan hartanya untuk kebaikan dan tidak menafkahkan harfta yang bukan miliknya.”
“Di dunia, ia ibarat perantau. Tujuannya adalah kehidupan kelak. Ia selalu mengajak pada kebaikan dan mengajarkannya. Ia mencegah kejahatan dan menjauhinya. Batinnya sesuai dengan lahirnya. Ucapannya selaras dengan perbuatannya.”
Definisi Kecerdasan
Nasehat Luqman al-Hakim kepada anaknya tentang kecerdasan itu bisa diringkas menjadi sebuah definisi tentang orang yang cerdas, yakni orang yang memiliki sifat kasih sayang, efisien, efektif  (berdaya guna/bermanfaat), menjaga kehormatan, konsisten, sabar, empati (peduli) jujur, apresiatif, berilmu pengetahuan, berketerampilan, adil, benar, komitmen, proaktif, tangguh, amanah, visioner, dan menjadi pelopor kebaikan.
Bayangkan jika anak kita atau kita sendiri, telah, memenuhi syarat kecerdasan sebagaimana dikemukakan Luqman al-Hakim, akankah anak kita, atau kita, mengalami kegagalan? Tidak! Insya Allah kita akan selamat, sukses, bahagia, bahkan dapat hidup dalam kemuliaan selama-lamanya.
Sekarang coba bandingkan nilai kecerdasan yang dikemukakan oleh Luqman al-Hakim dengan teori kecerdasan yang dikemukakan para tokoh sekuler di atas. Satu hal yang pasti, teori sekuler tak pernah menyentuh dimensi transendental (ukhrawi).
Kalaupun berbicara tentang spirtualitas nilainya sangat dangkal dan terlalu rasional. Padahal dimensi ini tak bisa disentuh dengan sekadar ilmu pengetahuan dan rasio semata. Di sinilah diperlukan petunjuk wahyu.
Dalam kaitan ini, maka definisi kecerdasan yang dikemukakan oelh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan definisi yang paling akurat, paling benar, dan paling komprehensif.
Dalam sebuah Hadits beliau bersabda tentang kecerdasan, “Orang yang cerdas adalah orang yang mengusai dirinya dan berbuat untuk keselamatan sesudah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya dan mengharapkan kepada Allah harapan-harapan kosong.” (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Umar).
Al-Ghazali mengelaborasi lebih lanjut konsep kecerdasan ini. Ia berkata, “Orang yang cerdas adalah orang yang mampu memahami Tuhannya, memahami dirinya, memahami dunianya, dan memahami akhiratnya.”
Orang yang bisa memiliki empat kemampuan tersebut dijamin sukses dan bahagia di dunia dan akhirat.
Wallahua’lam bisshowwab.
Sumber : SUARA HIDAYATULLAH / Juli 2011 / Sya’ban 1432 dengan sedikit perubahan tanpa merubah makna.

Kamis, 06 September 2012

Keindahan dibalik kekumuhan rumah dibawah jembatan

Hari ini, saya telah melakukan sebuah perjalanan yang tak pernah saya sangka. Baru saja, saya menemui seseorang ibu pemilik sebuah warung di daerah cilincing, Jakarta Utara, saya tak sempat menanyakan siapa namanya, tapi ada hal yang membekas disini, di hati. Nanti kawan saya ceritakan.
Sebelumnya, saya sedang dalam pencarian pelaku-pelaku penyalahgunaan narkoba, mulai pukul lima sore saya telah duduk di depan warung nasi, tapi bukan warung yang saya sebutkan diatas. Menit demi menit terus berlalu, pelaku yang ditunggu tidak kunjung datang, hingga sampai adzan magrib pun berkumandang, saya putuskan untuk terlebih dahulu melaksanakan solat magrib di sebuah musola kecil dekat warung tersebut.
Setelah pamitan kepada senior saya untuk pergi ke musola, saya pun pergi dan melaksanakan solat disana. Saya melihat sedikit sekali jama’ah yang solat di musola itu, padahal, kanan kirinya banyak sekali penduduknya, namun yang bisa solat berjama’ah di musola kecil itu hanya saya, empat orang bapak-bapak serta satu orang ibu. Tak ada perasaan aneh waktu itu, biasa saja.
Setelah selesai solat dan berdo’a sedikit (hehehe, maklum agak terburu-buru juga, soalnya senior saya udah nunggu, takut pelakunya kabur), saya pun langsung ke warung nasi tadi. Tiba-tiba saya kebelet pipis, langsung saja saya menuju WC Umum deket situ, belum selesai keluar semua air pipisnya, tiba-tiba senior saya teriak memanggil nama saya, buru-buru lah saya selesaikan pipis saya, dan langsung menuju asal suara.
“Ris, ini nih pelakunya udah jalan, bawa bb (barang bukti ganja), cepet cari motornya matic warna merah, nomornya B XXXX URU, coba lu cari tuh.” sambil celingukan mencari motor yang disebutkan senior saya juga memerintahkan saya untuk mencarinya.
Lalu, dia (senior saya) melihat ada motor yang seperti ciri-ciri tadi, namun posisinya sedang menyebrang ke kali sebrang tempat kami berada. Kami pun juga ikut menyebrang dengan menggunakan perahu yang sama, jadi kami harus menunggu perahu itu balik lagi ke sebrang tempat kami menunggu.
Akhirnya kami pun sampai kesebrang kali, lalu saya langsung menarik gas motor sekencang-kencangnya mencari motor tersebut, ya, kami dapat motornya dan pelaku yang diduga membawa narkotika, kami tak langsung melakukan penggeledahan, yang kami lakukan adalah observasi lingkung terlebih dahulu, melihat disekeliling pelaku tersebut adalah warga yang kami duga adalah juga sekomplotan dengan pelaku ini, maka kami urungkan niat kami untuk melakukan penggeledahan. Bayangkan, kami hanya berdua saja, tapi kami tetap menunggu kalau-kalau si pelaku itu kembali menyalahkan motornya dan pergi dari kerumuanan itu.
Yap, seperti dugaan saya, pelaku itu pun kembali pergi membawa motornya, kami segera melakukan pengejaran, tapi, sekali lagi, kami tidak berhasil menangkap si pelaku, dia mengebut sekencang-kencangnya, sedangkan kami yang berada dibelakangnya tidak bisa karena terhalang oleh banyaknya kendaraan yang sedang berhenti tepat ketika kami ingin megebut sekencang-kencangnya juga.
Huft, walaupun begitu, kami tidak patah arang kawan, kami pun kembali ke tempat kami standby, namun bukan warung nasi yang sebelumnya, tapi di warung yang lain, sambil menunggu dari informan kami yang tetap standby juga kalau-kalau ada pelakunya lagi. Di warung inilah cerita itu dimulai.
Kami pun kembali duduk, menanti apabila sang pelaku yang tadi atau sang pelaku lain lagi datang. Kami menikmati kacang kulit yang dibungkusnya ada burung Pancasilanya, minum air mineral yang kalau baca nama merek kayak orang lagi nanya harganya berapa dalam bahasa jawa.
Aku pun sedikit sok kenal sama si Ibu, nanya-nanya bagaimana keluarganya lah, tempat tinggalnya lah, dan lain-lain.
“Bu, disini bayar gak bu tanahnya?”
“Ya, kagaklah mas, ini kan milik negara, wong di bawah jembatan kok!”
“Lah, anak Ibu pada kemana masa orang tuanya ditinggal disini bu?”
“Anak saya ada lima, semua sudah pada nikah, ya, jadi tinggal berdua lagi deh.”
“Hmm, anaknya masih sering kesini bu?”
“Kalau yang laki-laki dua orang, pasti kesini setiap hari. Kalau yang perempuan tiga orang, jarang banget kesini.”
“Disini lumayan banyak yang beli ya Bu, beda sama warung yang depan itu Bu.”
“Mas, rezeki itu udah ada yang ngatur, saya mah gak ngoyo-ngoyo banget nyari uang, wong saya sudah tua, mau apalagi sih yang di cari? Tinggal matinya doank.”
“Umur ibu berapa?”
“47 tahun, mas.”
“Wah, sama dong sama Ibu saya, umurnya segitu juga. Ibu punya tanah yang resmi gak bu?”
“Alhamdulillah mas, walaupun begini-begini, saya sudah punya rumah gubuk di Bulak Turi, disini aja saya punya kontrakan dua, walaupun baru satu yang bisa di kontrakin. Yang kontrakan satunya lagi masih nunggu duit untuk perbaikan lagi.”
“Bikin kontrakan di tanah gelap begini bu, kan gak ada suratnya?”
“Iya mas, makanya saya mah rela aja, ikhlas kalau sewaktu-waktu di bongkar, memang bukan punya saya kok.”
“Kontrakannya apa yang diperbaiki Bu, emangnya rusak kenapa?”
“Yah mas, disini pun banyak orang yang dengki, kadang kontrakan saya di jaiilin mas, di bocorin lah gentengnya, tapi saya mah gak mau mas dendam-dendam, saya yakin, suatu saat mereka yang suka ngejailin saya pasti dibales sama Allah, mas.”
“Bener tuh Bu.”
“Iya mas, jangan pernah jadi orang yang pendendam mas, hidupnya pasti bakalan sempit. Banyak kok yang telah Ibu saksikan, orang-orang yang suka menjahili orang lain, di akhir hidupnya bakalan aneh-aneh cara matinya.”
“Iya, Bu.” Saya pun termenung mendengar perkataan si Ibu, kadang kita yang sudah memiliki banyak hal-hal yang lebih memiliki materi, kadang malah takut kalau-kalau harta kita itu rusak atau bahkan hilang, memang benar, adalah hak kita untuk mempertahankan hak yang kita punya, namun terkadang tatkala sesuatu benda yang ada di diri kita itu di rusak oleh tetangga kita, kita menjadi lebih liar, kadang penyelesaian permasalahan rusaknya barang kita oleh tetangga kita atau orang lain menjadi panjang. Tahukah kawan, mengapa kita sangat marah tatkala kita melihat sesuatu yang ada pada diri kita ini sedikit di rusak oleh orang lain, bagi saya ini karena kita terlalu merasa memiliki apa yang telah Allah titipkan pada kita. Apapun itu, pasti yang terdapat pada diri kita, semuanya adalah titipan, suatu saat pasti akan diambil lagi oleh pemiliknya, terserah Allah, kapan pun mau Dia ambil titipannya, kita harus ikhlas, karena memang itu bukan miliki kita.
Malam tadi, banyak sekali hal yang saya dapatkan oleh sang Ibu yang sudah terlihat sendu tatapan matanya. Tak terasa, jam pun hampir menunjukkan pukul sembilan malam, “tangkapan” yang kami buru tidak muncul-muncul. Memang belum agak malam sih, tapi mengingat saya besok ada tugas pagi-pagi, maka harus saya pending perburuan ini. Akhirnya, kami pun pamit pulang kepada Ibu pemilik warung.
Ada satu yang berkesan pada malam ini, diantara gelapnya dan kumuhnya rumah-rumah di kolong jembatan, masih ada sang Ibu yang siap memberikan cahayanya untuk menerangi kegelapan manusia kolong jembatan.

Senin, 03 September 2012

Maafkan aku melupakan-Mu

Sahabatku,  seringkali hati ini terasa hilang entah pergi kemana. Tatkala kita sudah pada puncak kenikmatan, puncak kejayaan, namun tiba-tiba kita berdiri dengan angkuh dan mengatakan “Gua kayak karena hasil jerih payah Gua”, “Gua tenar karena kegantengan Gua” atau yang lain-lain, tapi di saat itu dia lupa, bahwa yang memberikan dia banyak sekali kekuatan, kekayaan, martabat yang tinggi di dunia hanyalah Allah Zat Yang Maha Kaya, Maha Agung, Maha Kuat.
Sahabatku, bukan hanya engkau yang pernah melupakan Allah, saya pun pernah melakukan itu, bahkan seringkali seperti itu, tapi yang perlu terus kita ingat, bahwa Allah Sang Maha Penyayang akan selalu mengingat kita. Dia senantiasa menunggu, senantiasa mengharapkan engkau untuk mau mengingat-Nya, mendekati-Nya, dan meminta kepada-Nya akan apa pun yang kita ingin.
Tahukah engkau, Sahabat, bahwa ketika kita melupakan Allah, pada hakikatnya kita melupakan diri kita sendiri. Kita lupa kemana kita menuju. Kita lupa apa sebenarnya yang menjadi tujuan, yang menjadi tugas serta tanggung jawab kita selama nyawa masih bersemayam di dalam badan, yang akhirnya hanya kehancuran yang kita dapatkan. Hati kita hancur lebur, entah arah mana yang dituju, semakin menghitam, menyulitkan kita kembali lagi pada kefitrahan hati.
Mumpung belum terlambat, mari kita kembali merenungi, bahwa tujuan Allah menjadikan manusia di muka bumi adalah menjadi seorang pemimpin yang mampu memakmurkan dunia bukan merusak. Kita juga harus merenungi bahwa tugas yang harus kita emban adalah mentauhidkan Allah, meminta pertolongan hanya kepada Allah, beribadah hanya ditujukan kepada-Nya.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada Agama yang lurus, Al-Islam.

Sabtu, 01 September 2012

Sahabatku dari Cilegon

Tahun 2007, saat itu Aku baru saja lulus dari Sekolah Menengah Atas di Jakarta. Nilai UAN-ku tak tinggi kawan. Rata-rata 7,5. Cukup memuaskan. Walaupun waktu ingin meraihnya, ketika ujian akhir kemarin, Aku dan teman-teman melewatinya penuh tangis. Iya, air mata yang tak terbendung, ada hal yang kami takuti waktu itu, kami takut ada diantara kami yang tidak dapat melalui ujian ini dengan baik.

Hari penentuan lulus atau tidaknya telah tiba, kami semua berbondong-bondong memasuki pagar setinggi 2 meter terbuat dari besi. Menanti surat kecil dari masing-masing wali kelas kami. Akhirnya kami menerima sepucuk surat, tipis, namun tersirat makna yang dalam.
"Gimana Ris, lo lulus gak? Alhamdulillah gua lulus nih." Tanya seorang teman saya Roni, sambil menunjukkan secarik surat miliknya.
"Gua sih pedenya lulus bro. Bentar gua buka."
Yap, LULUS. Bagaimana hati tak berbunga kawan, berbunga melebihi saat bertemu dengan seorang yang dicinta, lebih, lebih dari itu. Kamu tahu kawan, masa depan saya juga ditentukan mulai hari ini. Namun yang dibenakku kali ini sungguh drastis jatuh. Impian saya menjadi seorang guru matematika (walaupun saya tidak begitu pintar dalam bidang ini) harus dipending dulu. Berubah haluan, ya berubah haluan. Karena Aku dilahirkan ditengah keluarga sederhana yang baru bisa menyekolahkan Aku sampai tingkat SMA saja sehingga harapan agak kandas. Tapi biarlah, tak mengapa aku harus memendam keinginan dan cita-cita itu untuk saat ini.
“Kalau gak bisa bayar kuliah kenapa gak nyari kuliah yang gratis aja?” pikirku memotivasi hati yang hampir runtuh.
Aku gak begitu ngerti Universitas apa saja yang menerima Mahasiswa secara gratis. Yang ku tahu hanya STAN kawan. Ya sudah, Aku ikut saja tesnya. Sebelum ikut tes, seperti khalayak ramai apabila ingin ikut tes pasti ikut bimbel atau membeli contoh-contoh yang biasa keluar dalam soal-soal tes ujian masuk STAN. Selain itu ada seorang guru komputerku yang menyarankan untuk mengikuti sebuah Perusahaan yang bergerak di pembuatan generator di Cilegon yang sedang membuka pendaftaran mahasiswa baru yang akan dididik menjadi seorang mekanik listrik selama dua tahun gratis.
Karena yang baru buka pendaftaran adalah perusahaan tersebut sebelum STAN membuka pendaftaran, maka Aku coba mendaftar kepada perusahaan tersebut lebih dahulu. Lalu ku coba layangkan lamaran ke perusahaan tersebut.  Alhamdulillah, tiga hari berikutnya aku mencari di Internet (karena waktu itu pihak perusahaan memberitahukan pengumuman diterima tau tidaknya lamaran melalui internet) informasi tentang penerimaan mahasiswa di website perusahaan tersebut dan aku masuk diantara 200 orang yang diterima untuk mengikuti tes.
Hari Minggu siang, kira-kira waktu itu bulan Agustus 2007, saya berangkat menuju ke Cilegon untuk mengikuti tes tertulis disana. Tapi kawan, bukan hari Minggu ini tesnya, tapi keesokkan harinya. Sesampainya di Cilegon, Aku diturunkan di pertigaan jalan karena memang bis yang ku gunakan akan langsung menuju ke merak. Banyak para tukang ojek yang menawarkan jasanya dan memang sudah naluri semua tukang ojek seperti itu, mendekati penumpang yang baru turun dari sebuah bis dan menawarkan jasa antar kemana pun yang diinginkan para calon penumpang ojek.
“Mau kemana mas?” tanya seorang tukang ojek penuh harap dengan motornya yang sudah menyala semenjak Aku turun.
“Ke Perusahaan KOTAMA (Maaf Aku lupa nama Perusahaannya) Pak, berapa?”
 “25 ribu aja mas.”
“Mahal banget bang, 10 ribu aja.”
“Wah gak bisa segitu mas, 20 deh.”
Akhirnya Aku dapat menaiki ojek tersebut dengan harga 15 ribu, walaupun agak bohong dikit kalo Aku bilang kepada Pak Ojek itu Aku Cuma punya 15 ribu doank. Hehe. Maklum biar irit.
Sampai di PT. KOTAMA, Aku langsung menuju ke sebuah pos Satpam yang letaknya wajar seperti pos-pos yang lain, di samping gerbang utama. Aku bertanya kepada salah seorang satpam, tentang benar atau tidaknya tes tertulis dilaksanakan di perusahaan tersebut.
“Ya mas, besok memang ada kegiatan tes disini. Mas besok ikut tes?” Seorang satpam bertubuh agak kurus itu mencoba menjelaskan dengan ramah.
“Iya Pak, saya besok akan mengikuti tes disini.” Aku bertanya dengan nada bingung. Bingung mengapa tempat tesnya jauh dari rumahku, bingung karena hari itu sudah masuk waktu malam. Aku tak mungkin pulang lagi ke rumahku yang berada di sebelah utara Jakarta. Aku takut terlambat mengikuti tes esok hari yang rencananya akan diadakan di hari Senin pukul 8 pagi. Ku beranikan diri untuk meminta tolong kepada seorang satpam yang aku rasa dia adalah seorang Kepala Satpam disini.
“Pak, saya tinggalnya di Jakarta Utara, Pak.” Aku mulai memohon belas kasih dari sang Kepala Satpam.
“Ya, terus? Ada yang bisa kami bantu?” Ramah sekali Bapak Kepala Satpam ini mencoba menjadi pendengar yang baik untukku.
“Gini Pak, saya bingung kalau harus kembali lagi ke rumah, saya takut terlambat besok pagi Pak, kan mulai tesnya jam 8 pagi Pak, untuk itu saya meminta pertolongan Bapak. Bolehkah saya menumpang tidur malam ini disini Pak. Dimana aja boleh Pak, dikursi belakang kantor bapak pun gak masalah Pak. Gak masalah banyak nyamuknya juga Pak.”
“Tidak bisa mas. Perusahaan kami tidak mengijinkan ada orang asing menginap disini.”
Sontak Aku terdiam, harapanku sia-sia, Aku melihat di sekitar, tiadakah tempat untukku menumpang istirahat walau semalam? Tiba-tiba lamunanku terhentak mendengar sayup-sayup seorang satpam yang merupakan anak buah dari Bapak Kepala Satpam itu.
“Sudah Ndan, kasihan dia. Hanya menginap semalam saja. Biar saya jagain dia Ndan, kalau ada masalah saya akan bertanggung jawab Ndan!”
Hati kini tak lesu lagi. Terima kasih Allah yang meluluhkan hati seorang Satpam ini. Akhirnya, Aku bisa beristirahat malam itu. Ditemani nyamuk, gak masalah, sudah saya siapkan obat jitu pengusir nyamuk, sebuah lotion anti nyamuk yang ku beli setelah Aku telah diberikan ijin menginap di perusahaan tersebut.
Keesokkan harinya, Hari Senin, tepat jam setengah lima pagi, Aku sudah bangun, agar Aku bisa mempersiapkan diri untuk mengikuti tes. Selesai mandi, Aku melaksanakan Solat. Berdo’a, agar usahaku hari ini tidak sia-sia.
Buru-buru Aku menuju seorang satpam yang kemarin membantuku meluluhkan hati Bapak Kepala Satpam untuk mengucapkan terima kasih.
Jam 7 Pagi, telah banyak para peserta tes yang sudah berkumpul di depan gerbang. Aku pun dengan riang menuju kerumunan tersebut. Tak ku sia-siakan waktu itu untuk berkenalan dengan seorang yang peserta yang sedang asyik menyendiri sambil memainkan handphonenya.
“Mas, Ikut tes juga?” Aku memulai berkenalan dengan seorang yang mempunyai postur tubuh gemuk tinggi.
“Iya nih mas. Mas juga ya? Nama saya Dony mas, saya tinggal tidak jauh dari sini mas. Boleh tau namanya mas?”
“Saya Haris mas, saya tinggal di Jakarta Utara mas. Mas ngambil jurusan apa nanti di perusahaan ini. Kalau saya sih ngambil jurusan listrik mas.”
“Wah, saya juga ngambil jurusan itu. Ntar duduknya deket-deketan ya! Biar bisa saling membantu. Hehe...”
Tahukah kawan, Aku berteman dengan orang yang tepat. Nanti Aku jelaskan mengapa Aku bisa beranggapan seperti itu.
Ujian masuk pun dilakukan. Aku sudah menyiapkan segala alat tulis diatas meja. Dua pensil kuserut dengan agak tajam pada matanya. Dony pun juga bersiap-siap. Dan yang ditunggu pun akhirnya dilaksanakan. Dengan sigap Aku mengerjakan semua tes tulis yang diberikan. Mulai dari baris deret, tes gambar, tes keahlian sampai masuk tes pengetahuan umum, Aku babat habis semua. Ya kawan, walaupun banyak pertanyaan yang Aku gak tahu jawabannya tetap Aku tebak-tebak jawabannya. Hehe. Hitung kancing.
Menunggu pengumuman yang akan dilaksanakan pada jam4 sore, Dony mengajakku untuk berkeliling Cilegon. Masuk Mall, keluar Mall. Main PS. Hingga Akhirnya Azan Ashar menghentikan langkah, Kami melaksanakan Solat terlebih dahulu sebelum akhirnya kembali ke PT. KOTAMA.
Entah yang ku rasakan sepertinya Aku lulus. Namun, entahlah. Aku belum tahu hasil tesnya.
Dari 100 orang pertama yang mengikuti tes, maka hasil tesnya pun keluar duluan. Aku dan Dony melihat dan mencari dengan seksama nama kami. Ku urut mulai dari angka 1, 2, 3 terus menuju angka 9, heh, Aku menghela nafas, mana namaku? Aku lanjutkan ke angka berikutnya, 10. HARIS NURDIANTO, lulus. Hah? Hanya 10, dari seratus orang hanya diambil sepuluh? Mana nama Dony? Aku memang gembira melihat kelulusanku pada tes tulis. Namun, Aku bersedih melihat temanku tak masuk kedalam sepuluh nama tersebut.
“Ris, selamat ya! Mungkin gua memang belum begitu bisa ngikutin tes kayak gituan. Susah banget. Saya pulang duluan ya!” Dony, temanku yang malang berkata dengan penuh kehampaan.
“Don, mungkin bukan disini lo sukses Don. Mungkin ditempat lain. Hati-hati ya Don.” Aku berat ditinggal dirinya.
Ku teruskan membaca informasi dibawah pengumuman peserta yang lulus.
“Bagi peserta yang lulus tes tertulis berhak mengikuti tes wawancara hari Selasa, tanggalnya (Aku lupa kawan tapi pokoknya tes wawancara ini dilaksanakan besok harinya) jam 8.00 wib.”
“Wah langsung besok ya tesnya. Harus nginep lagi nih di perusahaan ini.” Batinku mulai berharap kembali Bapak Satpam mengijinkan Aku untuk menginap lagi di perusahaan.
“Untuk malam ini tidak boleh mas.” Bapak Kepala Satpam ini orangnya berbeda dengan yang kemarin malam, agak kaku untuk mengijinkan orang asing menginap di perusahaan itu. Aku kembali bingung. Kemana lagi Aku akan menginap. Seketika Aku langsung teringat Dony yang mengatakan bahwa rumahnya tidak jauh dari perusahaan ini.
Ku gendong tas ku erat-erat, berlari mengejar Dony yang masih berjalan menuju ke tempat pemberhentian mobil angkot. Penuh harap kawan, penuh harapan terakhir untuk bisa menginap semalam di rumahnya.
“Don, tunggu!” secepat kilat Aku berlari menuju Dony. Dony pun berhenti terheran melihat wajahku yang tiba-tiba memelas.

“Don, saya bingung. Kemarin saya masih diperbolehkan menginap di perusahaan itu, tapi hari ini, Satpamnya bener-bener tidak memperbolehkan. Kalau boleh saya menumpang istirahat ya semalam di rumahmu.”
“Hmm, tunggu bentar ya! Saya mau telpon Ibu di rumah dulu.”
Kami pun menuju ke sebuah wartel. Dony pun segera mengetikkan sebuah nomor telepon rumah kemudian berbicara kepada seorang wanita diujung kabel yang kurasa itu adalah Ibunya.
“Mah, ada temen Dony yang mau nginep di rumah. Boleh gak Mah?”
Aku tak tahu yang dikatakan Ibu Dony diseberang telepon sana.
“Yaudah Mah, Dony sama temen Dony bentar lagi sampai di rumah.”
Senyum Dony membuatnya tampak lebih cerah dari sebelumnya. Aku berpikir Ibu Dony mengijinkan Aku untuk menginap di Rumahnya.
“Ayo Ris, kita ke rumah. Ibu mengjinkan kamu nginep di rumah.”
“Terima kasih ya Don sebelumnya.”
“Iya Don, tenang aja.”


Dengan sebuah mobil angkot Kami menuju ke sebuah rumah yang selama ini dihuni oleh Dony dan keluarganya.
Esoknya, Aku pun melaksanakan tes wawancara. Banyak pertanyaan yang tak bisa ku jawab, karena semuanya dari menggunakan Bahasa Inggris. Hmmph, Aku menghela nafas. Aku yakin tidak lulus kali ini. Apalagi pas yang mewawancaraiku bilang “Mas, ikut pendaftaran satpam aja mas, saya jamin orang seperti mas lulus.”
Kawan, satu hal yang harus kita ingat, setiap yang terjadi pada saat ini adalah akibat dari proses yang yang telah kita lalui di hari kemarin. Mungkin Allah gak menginginkan saya untuk menjadi seorang yang hebat di bidang listrik, karena sejujurnya saya memang saya tak punya kemampuan di bidang itu. Dan Akhirnya kawan, dengan senyum semangat, Aku kembali ke Jakarta. Kembali mengadu nasib lagi di tempat lain.
Yang ku yakinkan adalah mungkin kesuksesan saya bukan di tempat ini tapi di tempat lain. Aku akan kejar kesuksesan itu walau keujung dunia sekali pun.