Minggu, 14 Oktober 2012

Syetan adalah musuhmu, Maka jadikanlah dia musuhmu.

Bismillahirrahmaanirrahiim

Sahabatku sekalian, Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam banyak ayat-Nya di dalam Al-Qur’an, telah menjelaskan secara jelas, gamblang dan terinci setiap persoalan yang sering menjadi pertanyaan manusia di dunia, pedoman hidup yang akan terus terjaga hingga hari kiamat.

Di dalamnya telah dijelaskan bagaimana hakikat dunia dan isinya. Sebagaimana dilansir dalam ayat Al-Qur’an Surat Al-Hadid ayat 20 : 

Artinya : “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan ....”

Pasti, diantara para pembaca sekalian telah mengetahui bahkan hapal diluar kepala ayat yang masyhur ini. Ya, dunia = permainan. Lalu mengapa kita malah terjerumus kedalam permainan tersebut?
Orang kebanyakan berlomba mencari kekayaan dan memperbanyak keturunan. Allah ibaratkan kehidupan didunia itu seperi sebuah kebun yang pada awalnya kebun yang lebat, kemudian Allah jadikan kebun itu kering daun daunnya dan pada akhirnya menjadi berguguran.

Dan seharusnya kita memahami bahwa, sebagai sebuah permainan, pasti di dalamnya harus berisi pemain dan lawan main. Di dalamnya juga ada skenario untuk saling menjatuhkan dan menjaga diri. Dan kita adalah sang pemain yang akan mengarungi kehidupan dunia tersebut. Lalu siapa yang jadi lawan mainnya? Apa senjata yang dia miliki? Kehebatan apa yang dia miliki? Yuk kita simak sedikit pembahasan berikut! Jangan lewatkan sedikit pun ya! Kan Cuma sedikit. Hehehe... (kelihatan tuh dari tadi bingung ngelihat gaya bahasa awalnya tegang banget).

Baik, yang harus kita bahas dulu adalah siapa lawan main kita? Bukan main monopoli loh? Ini permainan yang apabila kita salah pilih jalan dan metode, bakalan kejebak deh sama jaring-jaring lawan dan bakalan susah deh ngelepas jaringnya kalo kita gak punya jurus jitu. Kok kayaknya lawannya hebat bener ya? Siapa sih dia? Hayo tebak? Eng, ing eng, Dia adalah Iblis laknatullah beserta bala tentaranya. Ya, ini dijelaskan dalam Al- Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 208. Di sana kita diperintahkan untuk jangan ikut-ikut sama langkah syetan, ngikutin langkahnya aja nggak boleh apa lagi ngikutin gayanya, sangat dilarang. Loh, emang gaya syetan kayak gimana sih? Kan syetan gak kelihatan? Hehe, sabar ya. Entar dijelasin deh pokoknya, yang penting tetep disini ya, baca terus.

Nah, penjelasan berikut kita akan ngebahas kemampuan apa saja yang dimiliki oleh Syetan laknatullah itu untuk menjatuhkan kita, untuk menjerumuskan kita kepada jalan yang menyimpang.

Yang pertama, skill. Iblis dan bala tentaranya dibekali oleh skill yang mumpuni. Skill dimaksud bisa kita ketahui dari penjelasan Allah berikut :
“Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertiptu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu dan bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tak dapat melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-a’raf : 27)

Tuh kan, kemampuannya luar biasa lawan kita ini. Sampai-sampai bapak moyang kita aja ditelanjangi oleh kelakuannya. Hmm, bagaimana dengan kita ya?
Pada ayat-ayat ini, Allah swt. menyerukan kepada anak cucu Adam sekali lagi untuk memperingati mereka jangan sampai lalai dan lengah melupakan dan menyia-nyiakan dirinya, tidak mensucikan dan membentenginya dengan takwa tetapi hendaklah mereka selalu berpikir mengingat Allah karena kalau tidak hatinya akan berkarat sebagaimana berkaratnya besi. Dengan demikian mereka akan mempunyai kekuatan yang membaja untuk menghadapi bujukan dan rayuan setan dan selamatlah mereka dari tipu dayanya dan tidak akan mengalami nasib buruk sebagaimana yang telah dialami ibu bapak manusia yaitu Adam a.s. dengan istrinya Siti Hawa, sehingga keduanya dikeluarkan dari surga, pakaiannya tanggal sehingga auratnya kelihatan. Setan dan pengikutnya turun-temurun memusuhi terus-menerus anak cucu Adam. Dia senantiasa mengintip dan memperhatikan di mana adanya kelemahan-kelemahan mereka di sanalah dia memasukkan jarumnya sebagai godaan dan tipuan. Dialah musuh yang sangat berbahaya karena dia melihat mereka, sedang mereka tidak melihatnya. Dia lebih berbahaya dari musuh biasa yang dapat dilihat karena musuh-musuh lahiriah itu dapat diketahui di mana adanya dan ke mana arah tujuannya malah lebih berbahaya lagi dari musuh dalam selimut. Dia mengalir pada tubuh manusia seperti mengalirnya darah sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.

Yang kedua, setan ini selalu menghembuskan semua hal yang menjerumuskan manusia dan melalaikan dari mengingat Allah. Yang ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 17. Silahkan baca sendiri ya, biar tahu letaknya tuh surat. Di dalam ayat tersebut Allah menghabarkan berita perihal keseriusan Iblis laknatullah dalam mengahancurkan umat Islam.

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 17 di atas adalah:
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka”: Iblis akan membuat manusia ragu akan permasalahan akhirat (Min baini Aidihim),
“dan dari belakang mereka”: membuat mereka cinta kepada dunia (Wa Min Kholfihim),
“dari kanan”: urusan-urusan agama akan dibuat tidak jelas (Wa ‘An Aimaanihim)
“dan dari kiri mereka”: dan manusia akan dibuat tertarik dan senang terhadap kemaksiatan (Wa ‘An Syama’ilihim).

Lalu timbul pertanyaan di benak kita, mengapa iblis tidak mendatangi kita dari atas dan dari bawah kita? Hal tersebut dijelaskan dalam sebuah tafsir Al Qur’an berikut ini:
Al-Fakhrur-Razy dalam tafsirnya berkata: “Diriwayatkan bahwa ketika Iblis mengatakan ucapannya tersebut, maka hati para malaikat menjadi kasihan terhadap manusia mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, bagaimana mungkin manusia bisa melepaskan diri dari gangguan syaitan?” Maka Allah berfirman kepada mereka bahwa bagi manusia masih tersisa dua jalan: atas dan bawah, jika manusia mengangkat kedua tangannnya dalam do’a dengan penuh kerendah-hatian atau bersujud dengan dahinya di atas tanah dengan penuh kekhusyu’an, Aku akan mengampuni dosa-dosa mereka” (At-Tafsir Al-Kabir V/215)

Dalam tafsir yang lain juga dikatakan bahwa Iblis tidak mendatangi kita dari atas, karena rahmat turun kepada manusia dari atas (Tafsir Ibnu katsir III/394-395).

Serius banget bacanya, tapi saya heran, mengapa Iblis begitu banget ya???

Baik, masuk ke tahap ketiga, mengapa Iblis sangat antusias mengahncurkan umat manusia? Yaitu karena dendam banget sama manusia. Ingetkan kabar ketika Allah memerintahkan malaikat dan iblis untuk sujud menghormati Adam terus malaikat bersujud sedangkan Iblis gak mau sujud? Malah dengan congkaknya mengatakan bahwa ciptaan Allah yang namanya manusia yang diciptakan dengan tanah itu  lebih rendah dari dirinya yang diciptakan dari api? Nah, sejak saat itulah Iblis adalah musuh utama manusia. Sebagaimana dilansir dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr ayat 39.

“Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya”

Tuh kan, Iblis memang kurang ajar deh, manusia kan gak pernah ngeganggu dia, eh, malah kita terus yang diusilin. Setiap perbuatan yang menurut Al-Qur’an salah, dijadiin indah sama Iblis. Contohnya kayak tontonan-tontonan yang memperlihatkan aurat, terus perbuatan ghibah (memberitahukan keburukan saudara kita kepada orang lain waktu orang itu gak ada di tempat pada saat dibicarakan, mirip-mirip kayak ngegosip gitu), dan banyak hal lainnya.

Lalu, apa senjata kita? Tameng kita? Biar jerat-jerat setan itu bisa kita tepis?

Gampang kok sahabat-sahabat semua, ada beberapa jurus jitu untuk menghadapi itu semua.

Yang pertama, Ikhlas. Ya, ikhlaskan semua perbuatan kita hanya kepada Allah, karena Iblis sendiri yang menyatakan dalam lanjutan surat Al-Hijr, yaitu ayat ke-40, Iblis menyatakan bahwa hamba-hamba Allah yang mukhlislah yang mampu untuk menepis semua tipu daya setan.
Yang kedua, seorang manusia, khususnya umat muslim, harus punya karakter. Apa saja? Yuk kita buka Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 111 – 112.

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (111)

“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat [*], yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat Munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (112)

[*] Maksudnya: melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau berjihad atau mempersiapkan jihad. ada pula yang menafsirkan dengan orang yang berpuasa.

Dan orang-orang yang berkarakter seperti yang disebutkan dalam Surat At-taubah ayat 111-112 inilah yang akan mampu meneguhkan keimanan mereka, meneguhkan aqidah mereka, meneguhkan langkahnya di jalan Allah, hingga akhirnya mereka bertemu dengan Allah dengan hati yang riang gembira.


Minggu, 16 September 2012

Opini saya mengenai teroris yang mengaku "Islam"


Saat ini orang-orang muslim di Indonesia sedang disudutkan.
Berawal dari tahun 2002 tatkala para teroris melakukan pemboman di Bali, hingga kini tahun 2012 di berbagai tempat di Jakarta.
Mereka mengatakan bahwa teroris itu orang-orang muslim. Secara kasat, ya benar.
Tapi apakah seorang yang benar-benar muslim tega untuk membunuh manusia?
Padahal seharusnya teroris-teroris yang "muslim" itu menyadari bahwa :
1.              Membunuh orang yang diluar Islam itu dilarang apabila orang2 non muslim itu telah memenuhi kewajibannya seperti membayar pajak dan tidak mengganggu umat Islam. Apakah mereka tidak mengetahui bagaimana pembagian hukum membunuh orang non muslim? Berikutcoba saya jelaskan.
Orang-orang kafir yang haram untuk dibunuh adalah tiga golongan:
1.     Kafir dzimmi (orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin)
Allah Ta’ala berfirman,
 Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah: 29)
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

2.    Kafir mu’ahad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati)
Al Bukhari membawakan hadits dalam Bab “Dosa orang yang membunuh kafir mu’ahad tanpa melalui jalan yang benar”.Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

3.    Kafir musta’man (orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin)
Allah Ta’ala berfirman,
 “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)
Dari ‘Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 Dzimmah kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. (HR. Bukhari dan Muslim)

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dengan dzimmah dalam hadits di atas adalah jaminam keamanan. Maknanya bahwa jaminan kaum muslimin kepada orang kafir itu adalah sah (diakui). Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.” (Syarh Muslim, 5/34)

Adapun membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin secara tidak  sengaja, Allah Ta’ala telah mewajibkan adanya diat dan kafaroh sebagaimana firman-Nya,
 “Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An Nisaa’: 92)

Sedangkan orang kafir selain tiga di atas yaitu kafir harbi, itulah yang boleh diperangi. Kafir harbi adalah setiap orang kafiryang tidak tercakup di dalam perjanjian (dzimmah) kaum Muslim, baik orang itu kafir mu ’ahid atau musta’min, atau pun bukan kafir mu’ahid dan kafir musta’min

2.              Ketika mereka para teroris yang mengaku Islam itu ingin melakukan pemboman bunuh diri ke khalayak ramai, maka konsekuensinya adalah mereka akan pula membunuh orang muslim yang berada di dekatnya pula. Apakah mereka berpikir bahwa orang-orang muslim yang terbunuh itu karena factor ketidak sengajaan? Tidak mungkin, pasti mereka tahu akibat perbuatan mereka itu pasti berdampak kepada umat muslim yang berada disekitarnya.
Syariat Islam yang mulia telah datang salah satunya untuk menjaga nyawa manusia. Nyawa seorang muslim memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Alloh ta’ala. Namun manusia yang zolim ini telah banyak menyalahi syariat yang mulia dari Robb tabaaraka wa ta’ala. Nyawa manusia sekarang seakan sangat murah sekali. Berita tentang pembunuhan bukanlah hal asing lagi yang menghiasi berita di negara kita. Hutang ratusan ribu saja harus ditebus dengan hilangnya nyawa, wal ‘iyadzubillah.
Di sisi lain muncul orang-orang yang mengatasnamakan Islam, membunuh orang-orang yang notabene beragama Islam baik dengan pengeboman maupun tindakan brutal lainnya. Padahal dengan tegas Alloh subhanahu wa ta’ala telah melarang perbuatan tersebut bahkan mengancam pelakunya dengan ancaman yang sangat tegas, kekal dalam Jahanam, mendapatkan murka dan laknat Alloh.
 “Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)
Makna Lafal Ayat:
“Dan barang siapa” dalam Bahasa Arab, kata tersebut merupakan kata syarat. Dalam ilmu Ushul Fiqh kata syarat tersebut memiliki makna umum. Sehingga seluruh orang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang disebutkan pada ayat tersebut akan mendapatkan balasan yang disebutkan pada ayat tersebut.
“Membunuh seorang mukmin” yaitu yang membunuh orang yang beriman pada Alloh dan Rosul-Nya. Oleh karena itu, orang yang membunuh orang kafir atau orang munafik tidak termasuk dalam ayat ini. Akan tetapi membunuh orang kafir yang memiliki perjanjian damai atau yang tunduk kepada pemerintah muslim atau yang meminta perlindungan keamanan kepada pemerintah muslim, adalah suatu perbuatan dosa. Namun pembunuhnya, tidak diancam dengan ancaman sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini. Adapun orang-orang munafik, maka syariat Islam menjaga darah mereka selama mereka tidak menampakkan prilaku kemunafikannya.
“Dengan sengaja”, berdasarkan kalimat ini, maka anak kecil ataupun orang gila tidak termasuk dalam ayat ini. Demikian juga orang yang membunuh tanpa kesengajaan. Karena ketiga jenis orang ini, melakukan perbuatan tanpa disertai niat yang teranggap.
Alloh ta’ala telah memberikan ancaman yang sangat besar dan tegas pada ayat ini bagi orang -siapa pun dia- yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Alloh menyebutkan empat buah balasan bagi orang ini adalah sebagai berikut:
1.     “Jahanam” : Alloh ta’ala akan memasukkan orang ini ke dalam neraka jahanam.
2.     Tidak cukup dengan sekedar memasukkan ke dalam jahanam, namun Alloh menjadikan orang tersebut tinggal di dalamnya dalam waktu yang sangat lama “Ia kekal di dalamnya.”
3.     “Alloh murka kepadanya” : Kalimat ini juga menunjukkan bahwa Alloh memiliki sifat Al Ghodhob (murka).
4.     “dan (Alloh) melaknatinya.” : Yaitu Alloh menjauhkan orang ini dari rahmat-Nya.
Demikianlah 4 buah balasan yang Alloh berikan pada orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja. Jika seandainya disebutkan satu buah balasan saja, maka hal ini akan menjadi penghalang bagi seorang mukmin yang takut akan Robb-Nya untuk tidak melakukan dosa ini. Maka bagaimana jika disebutkan empat buah balasan sekaligus?

Opini saya adalah mengapa mereka mau melakukan pemboman yang mereka tahu dampaknya tidak hanya akan menyentuh kepada orang-orang non muslim tapi dampak yang terbesar adalah menghancurkan Umat Islam di seluruh seantaro Jagat Raya ini. Semakin mereka berbuat kehancuran, semakin banyak Umat Islam yang masih belum paham tentang agamanya menjadi takut untuk mempelajarinya karena tuduhan “Teroris”. Sungguh hal yang sangat merisaukan.
Wallahu musta’an

Selasa, 11 September 2012

Pengalaman LoA (Low of Attraction) saya yang sederhana

Sahabatku, saya mencoba membagikan kisah pengalaman LoA saya yang baru saja terjadi kemarin sore ketika saya hendak menuju ke Cilengsi, Bogor untuk melaksanakan perkuliahan.

Begini ceritanya :
Sore jam 16.00 wib, saya baru pulang dari kantor saya dan rencananya saya langsung berangkat menuju ke Cilengsi-Bogor, ada jadwal kuliah bahasa arab, tapi tiba-tiba saya jadi males banget, entah, rasanya gak pengen berangkat. Saya coba tidur-tiduran, siapa tahu bisa tidur beneran, namun beberapa menit saya tunggu, saya tidak bisa tidur juga. Pikiran saya terus terfokus pada kuliah saya malam itu. Tak ada yang saya pikirkan selain saya harus berada di kelas bahasa arab bersama-sama teman saya. Akhirnya, jam 16.30 saya memutuskan berangkat ke Cilengsi-Bogor.
Sekitar hampir satu jam, saya sudah berada di daerah UKI. Dari kejauhan jelas terlihat bahwa arah bogor sudah sangat gelap, kalau orang bilang pasti hujan, karena saking gelapnya. Yah, memang pada saat saya sampai di UKI pun hujan telah menunjukkan kehadirannya, buru-buru saya merapat ke pinggir untuk menggunakan jaket saya. Namun, waktu saya cari ke bawah jok saya ternyata tidak ada jaketnya.
Seketika pikiran saya mencoba memikirkan satu-satunya hal yang positif, “Ya Allah, ijinkan saya ke tempat kuliah saya dengan tetap kering.” kalimat ini terus saya katakan di dalam hati, saya yakin, sesuai dengan prinsip LoA bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita pikirkan bukan apa yang kita inginkan. Alhasil,  walaupun sepanjang jalan saya komat-kamit mengucapkan kalimat serupa, Alhamdulillah, saya bisa tetap kering padahal waktu itu saya lihat disekeliling saya sudah ramai orang-orang menggunakan jas hujan.
Hmm, tapi kawan, ada satu hal yang menggugah hati, membuat hati ini gelisah, kawan tahu? kenapa?
Padahal Allah Yang Maha Mengotomatiskan segala sesuatu, memberikan jalan yang telah otomatis kepada kita untuk berd’oa dan menyeru kepada-Nya, namun mengapa tatkala kita diseru oleh Zat Yang Maha Pengasih yaitu Allah Yang Maha bersungguh-sungguh dalam menciptakan sistem otomatisasi ini, terkadang kita atau bahkan sering kita bahkan mengacuhkan-Nya, tidak menghiraukan panggilan dan seruan-Nya, kita tidak mampu mengotomatiskan diri kita kepada panggilan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Lihatlah sahabatku, pernahkah kita menyadari ini?
Ya, memang kita tidak mungkin bisa menyamai kehebatan Allah dalam hal otomatisasi ini, tapi bukankah Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan dan menitipkan kita salah satu sifatnya yaitu otomatisasi? Paling tidak dalam hal apa-apa yang diwajibkan kita harus bisa otomatislah….

Inilah Kecerdasan Hakiki yang Seharusnya Dimiliki Setiap Manusia



Sahabatku, ada sebuah artikel menarik yang saya baca mengenai bagaimana kecerdasan yang sesungguhnya yang harus dimiliki oleh kita, manusia.
Sahabatku, pernah tahu siapa bapak / ilmuwan yang pertama kali mendefinisikan kecerdasan. Dialah Alferd Binet yang pada Tahun 1905 memperkenalkan definisi kecerdasan kepada dunia. Menurut Ilmuwan berkebangsaan Perancis ini, orang yang cerdas adalah orang yang memiliki Intelligence Quotient (IQ) diatas 100 dan orang yang mempunyai IQ diatas 150 adalahjenius.
Nah, sejak saat itu mulailah cara pandang manusia berubah. Mereka beranggapan bahwa keberuntungan dan masa depan manusia seolah-olah ditentukan dengan tingginya IQ mereka. Bahkan banyak perusahaan-perusahaan elit, sekolah-sekolah unggulan menentukan para calon karyawannya atau calon siswanya dari tingginya IQ yang mereka punya. Anggapan mereka semakin tinggi IQ yang dimiliki oleh karyawannya atau para siswanya akan membuat semakin tinggi pula tingkat prestasi yang akan mereka torehkan.
Keruntuhan Teori Kecerdasan = IQ
Sahabatku, teori yang dimiliki oleh Alferd Binet mengenai kecerdasan yang ditentukan lewat tingkat IQ yang dimiliki ini pun akhirnya runtuh, tepat 90 tahun teori ini bisa bertahan. Ya, teori ini mulai runtuh setelah Daniel Goleman melakukan berbagai penilitian-penilitian dan riset-riset yang berlangsung cukup lama. Pakar Psikologi ini menemukan bahwa IQ bukan satu-satunya jenis kecerdasan yang menentukan sukses tidaknya seseorang. Ada kecerdasan lain yang justru lebih penting dari itu, emosional quotient (kecerdasan emosi).
Dan, sejak saat itu manusia menyadari bahwa kecerdasan IQ semata tidaklah cukup. Kecerdasan Intelktual justru tidak banyak membantu  seseorang mengarungi samudra kehidupannya jika tidak diiringi oleh kecerdasan emosi. Bahkan, faktor kecerdasan emosi ini menyumbang 85 persen variable keberhasilan.
Banyak sekali yang mendukung pendapat Goleman ini. Kita bisa melihat betapa banyak anak-anak yang selalu mendapatkan peringkat tinggi dengan nilai akademik yang luar biasa pada saat usia sekolah, tapi setelah lulus malah tidak sukses mengarungi kehidupan. Ini karena anggapan mereka terhadap IQ begitu besar sehingga melupakan kecerdasan yang lain yang justru pengaruhnya jauh lebih besar lagi. Berbeda jika seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional, tatkala awalnya mungkin dia hanya memiliki IQ yang standar, namun berkat kecerdasan emosionalnya, dia mampu menjadi orang yang tangguh tatkala datang hambatan, dia cari strategi lain tatkala kegagalan kecil ditemuinya, tekadnya tak pernah padam, itulah yang membuatnya mampu mengarungi pelbagai ombak kecil maupun besar.
Dan kini dapat kita saksikan bahwa dunia pendidikan yang baik tidak berorientasi lagi pada hasil, lalu orientasi pendidikan berubah pada proses.

Nasehat Lukman Hakim
Dan setelahnya banyak bermunculan teori-teori baru mengenai kecerdasan. Para ilmuwan ada yang membagi kecerdasan ada yang menjadi delapan dimensi. Dialah Howard Gardner, seorang psikolog dari Howard University yang menemukan teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk. Teori ini menggabungkan delapan dimensi kecerdasan, yaitu linguistik, matematis logis, spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan natural. Sejak teori ini muncul, lenyaplah monopoli kecerdasan.
Sebenarnya, jauh sebelum Binet, Goleman dan Gardner, menemukan teori kecerdasan, mulai dari IQ, EQ, SQ, hingga multiple intelligence, para tokoh Muslim telah mendefinisikan kecerdasan secara lebih lengkap, komprehensif, dan holistik.
Sayangnya, kita hanya berkiblat kepada teori kecerdasan yang dikembangkan oleh barat. Kita malas membuka, mempelajari, mencari mutiara-mutiara tersebut dalam deretan rak-rak perpustakan lama yang melimpah, atau kita malah minder mempelajarinya, minder karena takut dianggap ketinggalan jaman.
Bahkan, lebih jauh ke belakang, Al-Qur’an dan Sunnah telah mengenalkan kepada kita nilai kecerdasan yang sejati yakni kecerdasan berdasarkan fitrah.
Sahabatku, Al-Qur’an telah memuat seseorang tokoh pendidikan yang luar biasa. Ia bukanlah Nabi dan Rasul, tapi namanya diabadikan menjadi sebuah nama surat dalam Al-Qur’an dan nasehatnya dinukil di dalam al-Qur’an.
Ia adalah Luqman al-Hakim, Ia berkata kepada anaknya tentang kecerdasan, sebagaimana dinukil dari buku berjudul Pesan-pesan Bijak Lukman al-Hakim karya Majdi Asy-Syahari. Beginilah katanya :
“Wahai anakku, orang yang cerdas, pandai, dan bahagia pasti mencintai sesamanya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ia bersikap hemat dalam keadaan kaya dan menjaga kehormatan diri disaat fakir. Harta tidak akan melalaikannya dari Allah. Kemiskinan juga tidak menyibukkannya dari mengingat Allah.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu akan bisa mengambil manfaat dari kesabarannya. Ia selalu mendengarkan siapa saja yang menasehatinya . Ia tidak memusuhi orang yang lebih tinggi derajatnya dan tidak melecehkan orang yang lebih rendah derajatnya.”
“Ia tidak menuntut apa yang bukan miliknya dan tidak menyia-nyiakan apa yang ia miliki. Ia tidak mengucapkan apa yang tidak diketahuinya dan tidak menyembunyikan ilmu yang ada padanya.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu merasa puas dengan hak yang dimilikinya dan tidak pernah merugikan  hak-hak orang lain. Orang lain tidak merasa terusik olehnya dan dia pun tidak merasa terbebani oleh orang lain.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu mau menerima nasehat dari orang yang menasehatinya. Ia bergegas dalam hal kebajikan dan lamban dalam hal keburukan. Ia kuat dalam berbuat baik dan lemah dalam kemaksiatan. Ia memiliki sedikit pengetahuan tentang nafsu syahwat.”
“Ia mengetahui cara mendekatkan diri kepada Allah. Ia meyakinkan pada saat bersaksi, bersikap adil di saat memutuskan, benar jika berkata, jujur jika diberi kepercayaan, dan pemaaf jika di zhalimi.”
“Wahai anakku, orang yang cerdas itu tetap berbuat baik di saat orang berbuat jahat kepadanya . Ia menggunakan hartanya untuk kebaikan dan tidak menafkahkan harfta yang bukan miliknya.”
“Di dunia, ia ibarat perantau. Tujuannya adalah kehidupan kelak. Ia selalu mengajak pada kebaikan dan mengajarkannya. Ia mencegah kejahatan dan menjauhinya. Batinnya sesuai dengan lahirnya. Ucapannya selaras dengan perbuatannya.”
Definisi Kecerdasan
Nasehat Luqman al-Hakim kepada anaknya tentang kecerdasan itu bisa diringkas menjadi sebuah definisi tentang orang yang cerdas, yakni orang yang memiliki sifat kasih sayang, efisien, efektif  (berdaya guna/bermanfaat), menjaga kehormatan, konsisten, sabar, empati (peduli) jujur, apresiatif, berilmu pengetahuan, berketerampilan, adil, benar, komitmen, proaktif, tangguh, amanah, visioner, dan menjadi pelopor kebaikan.
Bayangkan jika anak kita atau kita sendiri, telah, memenuhi syarat kecerdasan sebagaimana dikemukakan Luqman al-Hakim, akankah anak kita, atau kita, mengalami kegagalan? Tidak! Insya Allah kita akan selamat, sukses, bahagia, bahkan dapat hidup dalam kemuliaan selama-lamanya.
Sekarang coba bandingkan nilai kecerdasan yang dikemukakan oleh Luqman al-Hakim dengan teori kecerdasan yang dikemukakan para tokoh sekuler di atas. Satu hal yang pasti, teori sekuler tak pernah menyentuh dimensi transendental (ukhrawi).
Kalaupun berbicara tentang spirtualitas nilainya sangat dangkal dan terlalu rasional. Padahal dimensi ini tak bisa disentuh dengan sekadar ilmu pengetahuan dan rasio semata. Di sinilah diperlukan petunjuk wahyu.
Dalam kaitan ini, maka definisi kecerdasan yang dikemukakan oelh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan definisi yang paling akurat, paling benar, dan paling komprehensif.
Dalam sebuah Hadits beliau bersabda tentang kecerdasan, “Orang yang cerdas adalah orang yang mengusai dirinya dan berbuat untuk keselamatan sesudah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah yang memperturutkan hawa nafsunya dan mengharapkan kepada Allah harapan-harapan kosong.” (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Umar).
Al-Ghazali mengelaborasi lebih lanjut konsep kecerdasan ini. Ia berkata, “Orang yang cerdas adalah orang yang mampu memahami Tuhannya, memahami dirinya, memahami dunianya, dan memahami akhiratnya.”
Orang yang bisa memiliki empat kemampuan tersebut dijamin sukses dan bahagia di dunia dan akhirat.
Wallahua’lam bisshowwab.
Sumber : SUARA HIDAYATULLAH / Juli 2011 / Sya’ban 1432 dengan sedikit perubahan tanpa merubah makna.